Sunday, 26 December 2010

Sepakbola, antara Ekonomi dan Asuransi (2)

Sepakbola,
antara Ekonomi dan Asuransi

Bagian 2 dari 2 tulisan

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Gooooooooolllll!!!
Gedubrak!!!*#@!!

Lagi asyik-asyik mau nendang, taunya cuma mimpi....

Terbangun dari tidur, kembali ke realita.

Dalam kaitannya dengan aktifitas ekonomi suatu negara, tidak bisa kita pungkiri bahwa asuransi pun turut mempunyai peran.

Lalu, kaitannya antara sepakbola, perekonomian dan asuransi apa donk?

Sedikit belajar sejarah, "asuransi" sudah dikenal sejak jaman Romawi, berabad-abad sebelum Masehi.

Sistem dan mekanisme awal "asuransi" kala itu masih mengandalkan prinsip gotong-royong dalam suatu rumpun masyarakat. Semisal, ada salah satu anggota komunitas yang meninggal dunia, maka yang lain bersama-sama mengumpulkan sejumlah dana sebagai "uang duka". Prinsip serupa juga kita kenal di jazirah Arab. Jadi, kalau sekarang ini ada mekanisme asuransi yang berpola seperti itu, sebenarnya bukan sesuatu yang "baru" melainkan cuma "mengembalikan" fitrah-nya asuransi, yaitu tolong-menolong, bukan melulu bisnis dan bisnis.

Mekanisme "asuransi" itu terus berkembang di benua Eropa hingga menjadi sebuah sistem perekonomian yang modern dan terus bertahan hingga sekarang. Bahkan, saking modern-nya, banyak perusahaan (re)asuransi yang "nyasar" keluar dari khittah-nya, yang justru bikin mereka bangkrut (lebih jauh silakan browse tentang sub-prime mortgage - red).

Melihat sejarah di masa lalu, para pemilik kapal atau pemilik barang yang akan melakukan perdagangan (antar negara / benua) tidak berani menanggung risiko sekiranya terjadi sesuatu atas kapal atau atas barang-barang yang hendak diperdagangkannya.

Apapun bentuknya (waktu dulu), hal itu menunjukkan bahwa manusia dalam melakukan aktifitasnya tentunya berpegang teguh pada prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

Di luar itu semua, manusia hanya mampu membuat rencana, manusia hanya mampu untuk melakukan usaha terbaik untuk mencapainya, manusia hanya mampu mengeluarkan segala kemampuannya untuk mencapai tujuannya --- selebihnya ada kuasa Tuhan yang Maha Menenentukan.

Secara manusiawi, kita tergerak untuk menerapkan prinsip ekonomi di atas. Setiap individu akan terus berupaya melakukan "transaksi" satu sama lainnya.

Terkait asuransi, geliat perekonomian (internasional) akan lebih terbatas, tanpa keterlibatan proteksi asuransi.

Tanpa asuransi belum tentu ada perdagangan (internasional). Tidak akan ada pemilik barang yang rela mengirimkan barangnya dikirimkan ke (calon) pembeli tanpa adanya proteksi asuransi, misalnya Marine Cargo insurance atau Custom Bond.

Tanpa asuransi tidak akan ada industri penerbangan. Tidak ada satu pun pesawat boleh lepas landas sebelum mempunyai Certificate of Insurance.

Kembali ke sepak bola yang mampu menggeliatkan perekonomian (rakyat). Asuransi pun (semestinya) mampu menjadi salah satu katalis atau setidaknya menjadi penyanggah perekonomian ini.

Kita pernah mempunyai pengalaman ketika tim besar semacam Red Devils yang batal hadir ke GBK. Bisa dihitung berapa kerugian yang diderita --- untuk ini saya tidak mau berkomentar lebih jauh, siapa yang sebenarnya menderita kerugian finansial, apakah Panitia Lokal atau PSSI.

Di luar sana (baca: industri asuransi internasional) sudah tersedia proteksi untuk memberikan "peace of mind" bagi para penyelenggara event besar semacam itu.

Saya sendiri mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang masih terus saya ingat. Unik dan menantang.

Ketika gelaran Piala Dunia 2002 diselenggarakan bersama di Korea - Japan, pihak Asosiasi Sepakbola di Korea membeli sebuah polis asuransi.
Unik, ya unik.

Karena proteksi yang dibeli adalah "kerugian" apabila "tim Korea Selatan" menjadi juara Piala Dunia.

???

Kalau pada umumnya, seorang nasabah hanya akan membeli proteksi asuransi ketika dia "kalah" atau menderita "kerugian", tetapi pertanggungan yang dibeli adalah "kemenangan".

Mengapa?

Singkat kata, bila Korea Selatan memenangkan PD2002, Asosiasi Sepakbola-nya musti membayarkan "bonus" sebesar USD 1 juta ke setiap pemain + official. Dengan jumlah total sebanyak 50 orang, maka Asosiasi musti membayar USD 50 juta, bila Korea Selatan menjadi Juara. Inilah yang akan menjadi "kerugian" bagi Asosiasi. Angka USD 50 juta itulah yang dijadikan harga pertanggungan.

Secara emosional dan sentimental value, kemenangan Korea Selatan menjadi Juara Piala Dunia tentunya tidak akan ternilai harganya. Namun secara finansial, hal ini justru akan "merugikan" Asosiasi. Hal ini sudah cukup untuk menimbulkan insurable interest.

Hal lain yang menjadikannya obyek asuransi adalah yang dipertanggungkan adalah "kemenangan" yang belum tentu terjadi. Jikalau yang dipertanggungkan adalah "kekalahan", hal ini tentunya akan lebih mudah terjadi, mengingat tertanggung bisa saja sengaja mengalah demi mendapatkan uang asuransi.

Mungkin, para pengurus per-sepakbola-an di Indonesia ini pun perlu memikirkan peran asuransi. Bukan bermaksud mendoakan sesuatu yang buruk, namun, bukan tidak mungkin sesuatu yang tidak terduga dan di luar kuasa manusia bisa saja menghalangi atau mengubah apa-apa yang sudah direncanakan sebelumnya.

Kejadian anomali cuaca sekarang ini saja sudah menunda beberapa pertandingan di Eropa.

Asuransi bisa berperan untuk menggantikan kerugian (finansial) yang diderita. Setidaknya, ganti rugi ini bisa membantu pihak yang dirugikan untuk melakukan recovery dalam usahanya.

Menarik bukan?

Masih banyak lagi hal-hal dinamis di industri asuransi yang terus bergerak seiring perkembangan kehidupan dunia dan aktifitas perekonomian yang semakin meng-global.

Terakhir, tak lupa saya sampaikan Selamat kepada para ksatria Garuda yang sudah mengepakkan sayapnya sehingga membawa rakyat Indonesia terbang tinggi. Tinggal satu kepakan lagi. Raihlah kejayaan Nusantara.

Garuda-ku, penuhi dahaga kami. Kami sudah haus akan kemenangan. Kami rindu akan kejayaan.

Garuda arise!

* demi sepakbola Indonesia *

No comments:

Post a Comment

Please feel free to comment....