Thursday 22 October 2009

Mahathir Muhammad

He still got it....
•_• EHN - aiming high ♐

Monday 22 June 2009

Lelaki kerja di rumahan…. What’s wrong with that?

Secara umum dan demi alasan budaya dan sebagainya, prototype seorang suami (baca: lelaki) digambarkan sebagai tokoh yang kuat, pencari nafkah, penopang kehidupan keluarga dan menjadi role model bagi para anak (lelaki). Sementara, tokoh seorang ibu (baca: perempuan) lebih digambarkan sebagai sesorang yang lemah lembut, tinggal di rumah, mengayomi keluarga, mengasuh anak dan ujung-ujungnya…. sebagai tukang bersih-bersih di rumah.

Kayaknya, hari gini, prototype kayak gitu udah ngga laku lagi dech…

Begitu banyak perempuan yang bekerja di kantoran. Karirnya pun banyak yang lebih tinggi dari para lelaki. Bahkan sekarang ini perusahaan (swasta?) lebih banyak melakukan recruitment tenaga perempuan, karena dimata perusahaan biaya mereka relatif lebih murah (tidak ada dependant, potongan pajak lebih kecil, medical expenses, umumnya ditanggung suami, dsb). Lebih jauh, secara psikologis (dan juga kembali secara prototype) sosok perempuan digambarkan sebagai seseorang yang tidak mungkin melakukan kecurangan (korupsi, abusive of power, dsb). Sehingga kalau mau jujur, ke depan, kesempatan karir para perempuan justru lebih terbuka lebar dibandingkan dengan para lelaki. Kalau mau jujur juga…. penjahat sich ngga melihat jenis kelamin… artinya…. lelaki atau perempuan, kalo mau korupsi, kalo mau selingkuh, kalo mau kejam… sama aja koq. Bahkan, umumnya perempuan lebih banyak "bermasalah" di lingkungan kantor karena menggunakan perasaan, jadinya timbullah kecemburuan, sentiment pribadi, dsb, dsb….

Tetapi, keberadaan seorang perempuan di lingkungan kerja dianggap sebagai hal yang biasa. Alasan emansipasi lah dijadikan perisai untuk menjadikan mereka mendapatkan privilege….

Kembali ke topik di atas….

Kalau perempuan berada di kantor dianggap biasa – padahal tidak sesuai dengan prototype awal – bagaimana dengan sosok pria yang tinggal di rumah…..

Saya cukup yakin, tulisan saya ke bawah ini akan mengundang komentar-komentar, most likely, menentang….

Mari kita mulai….

Bila seorang lelaki, karena tinggal di rumah apa yang akan terjadi?

Lingkungan sosial (baca: lingkungan pencemooh, gossiper, dsb) akan menjadi pihak pertama yang berteriak. Lelaki itu akan dianggap sebagai seseorang yang "gagal". Lelaki itu akan dicemooh, dicaci, dimaki, dihina, dsb, dsb….

Regardless, alasan lelaki tadi berada di rumah… what's wrong with that?

Tidakkah orang percaya kepada takdir?

Seperti yang saya gambarkan di atas, kesempatan kerja untuk lelaki akan semakin sempit. Dampaknya…. yah pastinya akan semakin banyak lelaki yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan…

Bila kondisi di atas terjadi, seorang lelaki yang percaya kepada Tuhan dan bertawakal tentunya akan membuka matanya, mengesampingkan ego kelelakiannya dan bersikap reasonable. Bila ia sudah menikah, sementara istri-nya mempunyai kesempatan untuk terus bekerja, mengapa tidak saling terbuka?

Sang lelaki di rumah menjaga dan mengasuh keluarga, sementara sang perempuan beralih menjadi bread winner. Harus ada kerelaan dari masing-masing pihak. Kalau ego lelaki tetap tinggi, ia akan memaksa istrinya juga tetap di rumah. Bila ego perempuan tinggi, ia juga bisa menuntut pisah dari lelaki yang dianggapnya "loyo".

Padahal kalau dipikirkan, pasangan sudah bersama sejak awal, sejak sama-sama merintis. Kadang di tengah jalan ada saja "gangguan", sesutu yang terlihat mengkilat hingga menyilaukan mata… Padahal bisa jadi, gangguan ini hanya melihat sosok yang dianggapnya sukses… tanpa melihat ke belakang, bagaimana susahnya di masa-masa awal….

Bila itu sudah terjadi… apakah kebersamaan yang sudah dibangun sejak titik nol ditinggal begitu saja… so unfair… so unfair…

Situasi di atas, saya gambarkan bila seorang lelaki terkena dampak downsizing atau rasionalisasi…

Bagaimana bila seorang lelaki berada di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah, sementara ia tetap ke kantor… for me… he is a real super man… bisa digambarkan sebagai sosok yang mempunyai delapan tangan yang mampu meng-handle dan menjaga keseimbangan antara tuntutan pekerjaan di kantor dan kehidupan di rumah.

Mungkin bagi para lelaki lain, melihat seorang petinggi mencuci piring, menyapu halaman, mengepel, atau menyuapi anaknya, hal itu dianggap sebagai sesuatu yang absurd.

Entah bagaimana pandangan perempuan melihat itu… mungkin ada yang mengacungkan jempol, melihat empati seorang lelaki membantu perempuan – tanpa rasa canggung.

Atau mungkin ada pula yang mencibir…. ich mau aja disuruh-suruh istri… pasti tuch lelaki ISTI (ikatan suami takut istri)… Padahal sich mungkin cibiran itu keluar, karena suami dari perempuan itu tidak mau melakuakn hal yang sama :D

Sungguh aneh, bahkan seorang kerabat – yang katanya mendalami ilmu agama. Berkomentar sinis bila melihat seorang lelaki berada di dapur, apalagi kalau melihat lelaki itu menyapu halaman rumah ya… wah bisa-bisa keluar fatwa haram kali ya… :D

Padahal sich, singkat saja – ilmu agama saya sich ngga dalem-dalem banget - yang penting bagi saya, ilmu itu diamalkan, bukan dipelajari terus dipendem sendirian. Bagi saya, melakukan hal-hal seperti di atas, bukanlah sesuatu yang taboo, apalagi kalau menganggap hal ini menurunkan derajat lelaki.

Ngga lah.

Derajat seseorang (doesn't matter men or women) bukan dilihat dari pakaian, bukan dari mobil, bukan dari rumah, bukan dari harta, bukan dari pendidikan, bukan dari jabatan…. Semua itu tidak akan ada artinya, kalau kelakuannya tidak mencerminkan dirinya sendiri…

Muhammad bin Abdullah - salam sejahtera bagi dirinya, keluarga serta umatnya - manusia terhebat sepanjang sejarah alam, yang pada masanya sebagai penguasa jazirah Arab, pemimpin tertinggi umat, manusia tersuci di mata sang pencipta… dalam riwayatnya diceritakan bahwa beliau tidak membiarkan istrinya menyapu halaman rumahnya, melainkan beliau sendiri yang melakukannya.

Apakah taboo seorang rasul melakukan hal itu?

Apakah taboo bagi seorang atasan melayani anak buahnya?

Apakah taboo ketika CEO Walt Disney menyapu playground theme park-nya?

Apakah taboo ketika CEO McDonalds turun ke gerainya membersihkan bekas makanan pelanggannya?

Apakah taboo ketika seorang Kepala Cabang menyapu halaman rumahnya sendiri? Mengepel rumahnya sendiri? Menyuapi anaknya? Menggantikan diaper?

What's wrong with that???

Realistis aja dech, kalo bisa dan mau membantu - ngga usah mikirin orang lain.

Inget aja cerita Luqman, anaknya dan seekor keledai. Singkat kata - apapun yang kita lakukan, tidak akan lepas dari "omongan" orang lain....

Makanya ada peribahasa, anjing menggonggong, khafilah berlalu....

Intinya… asal ikhlas, ber-empati dan berusaha menyenangan hati orang lain… everything's gonna be alright…

Life is already complicated, don't make it even worse.

Peace!


•_• EHN - aiming high ♐

Friday 12 June 2009

Back in the Old days - when we were (so much) younger than today . . . . .


Masa lalu, memang indah untuk dikenang.
Masa lalu, memang nikmat untuk dikenang.
Masa lalu, membangkitkan kembali kenangan.

Tapi.... masa lalu, adalah masa lalu. Masa lalu adalah kemarin.

Hari ini, kita hanya bisa mengingat apa yang sudah terjadi kemarin.
Hari ini kita hanya bisa bersyukur atas keindahan di hari kemarin.
Hari ini juga, kita hanya bisa menyesali perbuatan di hari kemarin.

Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan.

Foto-foto ini, adalah sebersit kenangan. Tak terasa, bertahun-tahun sudah berlalu. Begitu cepat berlalu.

Tak terasa, sudah delapan tahun sejak pertama kali kita berkumpul di LPPA - Cisarua. Berkumpul bersama, memulai dari titik nol. Belajar asuransi dari awal. Pendidikan awal sebelum terjun ke pekerjaan nyata. Berkumpul sebelum disebar ke berbagai kota di Nusantara.

Siapa mengira, sewindu berikutnya...... kita ada di sini....

Sebagian rekan sudah berpisah....
sebagian lainnya masih bertahan...
Sebagian sudah berpindah-pindah....
sebagian masih berjalan di tempat...
sebagian sudah menjalani kerasnya terpaan angin di pucuk pohon...
sebagian lainnya masih kokoh bertahan di awal pohon...

Akankah kita tetap seperti yang ada di foto....

tentu tidak...

nothing stays the same...
change,
now it's time to change....
things will never be the same...

setidaknya, kondisi badan kita pun sudah jauh berubah....
dari foto (di masa-masa awal merintis karir) terlihat masih ramping....

sekarang....

buncit....

apakah itu menjadi tanda kemakmuran???



Foto ini bahkan menunjukkan lebih jauh lagi, ketika sudah satu dasawarsa, satu dekatu... sepuluh tahun... (bahkan lebih) kita bersama di Liverpool.

Bersama, berkumpul menimba ilmu di negeri orang.


Hampir sama, ketika itu kita bersama berjuang.. merintis gelar dan pengakuan akademis...

sebuah quotation latin (yang saya lupa bunyi aslinya) mengatakan bahwa persahabatan diuji dengan penderitaan...

Apakah itu benar?

Apakah orang-orang hanya akan bersama dan bersatu kekita menghadapi cobaan dan ujian?

Apakah orang-orang akan meninggalkan temannya ketika sudah berada dalam posisi yang aman dan nyaman?

Apapun itu....

masa lalu merupakan kenangan...

Tetapi....

Masa lalu bisa menjadi inspirasi...

untuk menempuh hari esok....

Tentara Romawi pun pernah menggunakan impian masa lalu dengan Imperium Romanum-nya.

Apakah Indonesia tidak ter-inspirsari dengan kedigjayaan Nusantara-nya...

Jepang dan Jerman menggunakan "amarah, dendam dan kebencian" ketika mereka ditaklukkan di PDII. Kini keduanya menjadi negara maju. Berlandaskan amarah, dendam dan kebencian untuk KALAH LAGI... mereka maju untuk menjadi JUARA...

Teman-teman (dan juga EHN sendiri)...

tanamkan amarah, dendam dan kebencian dalam diri kita semua...

amarah, dendam dan kebencian untuk kalah...

dan jadilah...

PEMENANG

•_• EHN - aiming high ♐

Sunday 3 May 2009

Colombo - Sri Lanka - April 2009

Colombo, Srilanka - 2008
•_• EHN - aiming high ♐

Tuesday 10 March 2009

The Meeting

Today, 10 March 2009, as scheduled last week, I met - actually having a lunch meeting - with my ex "employer", Melvin Collard.

Mel was the MD of Collard & Partners, a Lloyd's Brokers. He is now working in Jakarta, married to Indonesian, and managing an independent brokers - CPA (Collard & Partners Asia).
I first met him in London, back in 99 when I was pursuing my dissertation for my MBA. I was discussin the London (insurance) market. I was given the opportunity to have an internship at C&P. It was on Mark Lane, in the City.

Meeting with him, surely bring back some memory. I remember when I was first met my future wife there. How she surprised me by coming all the way from Liverpool to London just to accompany me during the "working days".

Oh gosh....

Will I be - some day - able to have my child(ren) study abroad ..... (crossing my fingers)

I used to live in Bethnal Green - the dark area for some people. Now, what I've heard, the area is being built for 2010 Olympics facilities.

Back to Mel, some years back - in 2002(?) - I met him again. He came to our office - well, not to see me personally, of course. Just a coincident - he was seeing my boss , P'Sy.
The second meeting, approx a year ago - he was seeing the Bosses. I just pass him by.
This afternoon, he host the lunch at Borobudur Hotel. I had the legendary oxtail soup - gosh, it was nice. A piece of leg of lamb. Small portion of nasi goreng and fruits as desserts - plus 3 glasses of drinks.

Anyway, the chit-chat and nostalgia - I told him that I would never forget friends.

---

Later this afternoon, I met Rahman from Agilent, Kuala Lumpur. Actually, he is coming to Jakarta not for business - he was with his wife and other family members. But he manage to visit some of business partner.

I, personally, offer myself to meet him during his stays in Jakarta. I know how does it feel for someone when travel abroad. Especially when it was a virgin trip. I offer him to have a lunch or dinner, but he gently did not take my offer, as he wanted to accompany his family to watch Wayang show (what???).

I ashamed of myself - I don't have a chance to watch one......

Anyway... friends are everywhere... Never forget your friends... Somehow, someway they will be around to support you...

Friday 6 March 2009

* FYI * Laksamana Cheng Ho

Sekitar tahun 1930-an, sejarah kehebatan seorang laksamana laut asal Tiongkok pada abad ke-15 mulai terkuak. Adalah batu prasasti di sebuah kota di Provinsi Fujian, Cina yang bersaksi dan mengisahkan jejak perjalanan dan petualangan seorang pelaut andal dan tangguh bernama Cheng Ho atau Zheng He.

Catatan perjalanan dan penjelajahan yang luar biasa hebatnya itu tak hanya memiliki arti penting bagi bangsa Cina. Jejak hidup Laksamana Cheng Ho juga begitu berarti bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Seperti halnya, petualang hebat dari Maroko, Ibnu Battuta, Cheng Ho pernah singgah di Nusantara dalam ekspedisinya.

Matt Rosenberg, seorang ahli geografi terkemuka dunia mengungkapkan, ekspedisi laut yang dipimpin Cheng Ho telah dilakukan 87 tahun sebelum penjelajah kebanggaan Barat, Christopher Columbus, mengarungi luasnya samudera biru. Tak hanya itu, ekspedisi arung samudera yang dilakukan Cheng Ho juga jauh lebih awal dari penjelajah asal Portugis, Vasco da Gama dan petualang asal Spanyol, Ferdinand Magellan.

Petualangan antarbenua yang dipimpin Cheng Ho selama 28 tahun (1405 M -1433 M) itu berlangsung dalam tujuh kali pelayaran. Menurut Rosenberg, tak kurang dari 30 negara di benua Asia dan Afrika disinggahi Cheng Ho. Jarak tempuh ekspedisi yang dipimpin Cheng Ho beserta pengikutnya mencapai 35 ribu mil.

Dalam batu prasasti yang ditemukan di Provinsi Fujian itu, Cheng Ho mengatakan bahwa dirinya diperintahkan kaisar Dinasti Ming untuk berlayar mengarungi samudera menuju negara-negara di luar horizon. Dalam ekspedisinya mengelilingi benua Afrika dan Asia itu, Cheng Ho mengerahkan armada raksasa dengan puluhan kapal besar dan kapal kecil serta puluhan ribu awak.

Pada ekspedisi pertama, ia mengerahkan 62 kapal besar dan belasan kapal kecil yang digerakkan 27.800 ribu awak. Pada pelayaran ketiga, Cheng Ho menurunkan kapal besar sebanyak 48 buah dengan 27 ribu awak. Sedangkan pada pelayaran ketujuh, tak kurang dari 61 kapal besar dikerahkan dengan awaknya mencapai 27.550 orang. Padahal, ekspedisi yang dilakukan Columbus saat menemukan benua Amerika hanya mengerahkan tiga kapal dengan awak mencapai 88 orang.

Sebuah ekspedisi yang benar-benar dahsyat. Dalam setiap ekspedisi itu, secara khusus Cheng Ho menumpangi 'kapal pusaka'. Sebuah kapal terbesar pada abad ke-15 M. Betapa tidak, panjangnya saja mencapai 138 meter dan lebarnya sekitar 56 meter. Ukuran kapal yang digunakan Cheng Ho untuk menjelajah samudera itu lima kali lebih besar dibanding kapal Columbus.

Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas `kapal pusaka' itu mencapai 2.500 ton. Pencapaian gemilang Cheng Ho melalui ekspedisi lautnya pada abad ke-15 M menunjukkan betapa peradaban Cina telah memiliki kapal-kapal besar serta kemampuan navigasi untuk menjelajahi dunia. Anehnya, keberhasilan yang dicapai Cheng Ho itu tak diikuti dengan ekspedisi berikutnya.''Cheng Ho terlahir sekitar tahun 1371 M di Provinsi Yunan sebelah baratdaya Cina," ungkap Rosenberg. Nama kecilnya adalan Ma Ho. Dia tumbuh dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Muslim. Apalagi, sang ayah pernah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah.

Menurut Rosenberg, nama keluarga Ma digunakan oleh keluarga Muslim di Tiongkok merujuk pada Muhammad.Ketika berusia 10 tahun (1381 M), Ma Ho kecil dan anak-anak yang lain ditangkap tentara Cina yang menginvasi wilayah Yunan. Pada usia 13 tahun, dia dan tahanan muda lainnya dijadikan pelayan rumah tangga Pangeran Zhu Di - anak keempat kaisar Cina. Namun, Ma Ho menjadi pelayan khusus Pangeran Zhu Di.

Pergaulannya dengan pangeran, membuat Ma Ho menjadi pemuda yang tangguh. Dia jago berdiplomasi serta menguasai seni berperang. Tak heran, bila dia kemudian diangkat menjadi pegawai khusus pangeran. Nama Ma Ho juga diganti oleh Pangeran Zhu Di menjadi Cheng Ho. Alasannya, kuda-kuda milik abdi (kasim) kaisar terbunuh dalam pertempuran di luar Istana yang dinamakan Zhenglunba."Cheng Ho juga dikenal sebagai San Bao yang berarti `tiga mutiara','' papar Rosenberg. Cheng Ho yang memiliki tinggi badan sekitar tujuh kaki, posisinya kian menguat ketika Zhu Di diangkat menjadi kaisar pada 1402. Cheng Ho pun lalu didaulat menjadi laksamana dan diperintahkan untuk melakukan ekspedisi. Cheng Ho, merupakan abdi istana pertama yang memiliki pososi yang tinggi dalam militer Cina.

Ekspedisi pertama Cheng Ho dilakukan pada tahun 1405 M - 1407 M. Sebelum memulai ekspedisinya, rombongan besar itu menunaikan shalat terlebih dulu di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai Caliut, barat daya India dan sampai di wilayah Asia Tenggara: Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Vietnam, Srilangka. Di setiap persinggahan armada itu melakukan transaksi dengan cara barter.

Tahun 1407 M - 1409 M ekspedisi kedua kembali dilakukan, namun Cheng Ho tak ikut memimpin ekspedisi ini, dia tetap di Cina merenovasi masjid di kampung halamannya. Ekspedisi ketiga digelar pada 1409 M - 1411 M menjangkau India dan Srilanka. Tahun 1413 M - 1415 M kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima (1417M - 1419 M) dan keenam (1421 M - 1422 M). Ekspedisi terakhir (1431 M- 1433 M) berhasil mencapai Laut Merah.Ekspedisi luar biasa itu tercatat dan terekam dalam buku Zheng He's Navigation Map yang mampu mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan. Jalur perdagangan Cina berubah, tidak sekadar bertumpu pada 'Jalur Sutera' antara Beijing-Bukhara.

Tak ada penaklukan dalam ekspedisi itu. Sejarawan Jeanette Mirsky menyatakan, ekspedisi bertujuan untuk memperkenalkan dan mengangkat nama besar Dinasti Ming ke seluruh dunia. Kaisar Zhu Di berharap dengan ekspedisi itu, negara-negara lain mengakui kebesaran Kaisar Cina sebagai The Son of Heaven (Putra Dewata. Tindakan militer hanya diterapkan ketika armada yang dipimpinnya menghadapi para perompak di laut. Cheng Ho tutup usia di Caliut, India ketika hendak pulang dari ekspedisi ketujuh pada 1433 M. Namun, ada pula yang menyatakan dia meninggal setelah sampai di Cina pada 1435. Setiap tahun ekspedisinya selalu dikenang.

Laksamana Muslim yang Taat Sebagai seorang Muslim taat, Ramadhan adalah bulan yang dinanti-natikan kedatangnya oleh Ceng Ho. Dalam sebuah catatan, pada 7 Desember 1411 M sesudah melakukan pelayarannya yang ketiga, Ceng Ho sempat mudik ke kampungnya, Kunyang untuk berziarah ke makam ayahnya. Saat Ramadhan tiba, Cheng Ho memilih berpuasa di kampungnya yang senantiasa semarak. Dia pun tenggelam dalam kegiatan keagamaan sampai Idul Fitri tiba. Dalam kurun waktu 1405-1433, Cheng Ho memang sempat terdampar di kepulauan Nusantara selama tujuh kali. Ketika berkunjung ke Samudera Pasai, dia menghadiahi lonceng raksasa Cakradonya kepada Sultan Aceh.

Ia juga sempat mampir di Pelabuhan Bintang Mas kini Tanjung Priok. Tahun 1415 M mendarat di Muara Jati (Cirebon). Beberapa cindera mata khas Tiongkok dipersembahkan kepada Sultan Cirebon. Sebuah piring bertuliskan Ayat Kursi saat ini masih tersimpan baik di Kraton Kasepuhan Cirebon.Ketika menyusuri Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam armada itu), sakit keras. Sauh segera dilempar di pantai Simongan, Semarang. Mereka tinggal di sebuah goa, sebagian lagi membuat pondokan. Wang yang kini dikenal dengan sebutan Kiai Jurumudi Dampo Awang, akhirnya menetap dan menjadi cikal bakal keberadaan warga Tionghoa di sana.

Wang juga mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah patung (disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong), serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Perjalanan dilanjutkan ke Tuban (Jawa Timur). Kepada warga pribumi, Cheng Ho mengajarkan tatacara pertanian, peternakan, pertukangan, dan perikanan. Hal yang sama juga dilakukan sewaktu singgah di Gresik.Lawatan dilanjutkan ke Surabaya. Tepat di hari Jumat, dan Cheng Ho mendapat kehormatan menyampaikan khotbah di hadapan warga Surabaya yang jumlahnya mencapai ratusan orang. Kunjungan dilanjutkan ke Mojokerto yang saat itu menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Di kraton, Raja Majapahit, Wikramawardhana, berkenan mengadakan audiensi dengan rombongan bahariwan Tiongkok ini.

Beberapa sejarawan meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah haji. Memang tak ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji kemungkinan dilakukan saat ekspedisi terakhir (1431 M -1433 M). Saat itu rombongannya memang singgah di Jeddah. Menunaikan ibadah haji merupakan impian dan obsesinya. Sampai-sampai ia mengutus Ma Huan pergi ke Mekah agar melukiskan Ka'bah untuknya.

Prof Susanto Zuhdi, Sejarawan: Cheng Ho, Pahlawan Budaya Ekspedisi yang dilakukan Laksamana Cheng Ho pada abad ke-15 M dilakukan dengan dua misi, yakni perdagangan dan penyebaran Islam. Saya tak melihat adanya misi penaklukkan dalam ekspedisi yang dilakukan Ceng Ho sebanyak tujuh kali itu. Sebab, sampai sekarang belum ditemukan adanya bekas-bekas kekuasaan Ceng Ho.Ekspedisi yang dilakukan Ceng Ho ke wilayah Nusantara, khususnya Jawa memang sungguh menarik. Ceng Ho melakukan pendekatan kultural setiap kali mendatangi wilayah yang ditujunya. Sehingga, kedatangannya selalu diterima dengan tangan terbuka oleh penduduk lokal.Yang menarik, justru kebudayaan yang dibawa melalui misi ekspedisi Ceng Ho itu diadaptasi masyarakat lokal. Setelah itu, masyarakat mewarnai kebudayaan yang dibawa Ceng Ho itu dengan budaya lokal yang lebih kental. Misalnya saja, di Semarang, sosok laksamana itu menjadi Sam Po Kong. Tak heran, jika kemudian dia dianggap masyarakat lokal sebagai pahlawan.

Menurut saya, Ceng Ho itu semacam pahlawan kebudayaan. Sebab, melalui ekspedisi yang dilakukannya, dia telah membawa semacam semangat persaudaraan antarbangsa. Melalui ekspedisi yang dilakukannya telah terjadi semacam pertemuan budaya. Perjalanan Ceng Ho itu membawa semangat keterbukaan, meski berbeda etnis namun kehediarannya dapat diterima.Ceng Ho adalah sosok laksamana yang memiliki kepemimpinan yang luar biasa. Dalam setiap ekspedisi yang dipimpinnya, dia bisa memimpin ribuan orang dengan sukses. Kemampuan dalam mengelola dan memimpin ekspedisi besar itu memang sungguh luar biasa.

Ceng Ho bukanlah orang Cina pertama yang datang ke Nusantara. Sebab, pada abad ke-9 M, sudah ada orang-orang Cina yang belajar mengenai agama Budha di Kerajaan Sriwijaya, Palembang. Meski begitu, ada semacam pesan penting yang diambil dari ekspedisi Ceng Ho yang salah satunya datang ke wilayah Nusantara itu.Pesan penting yang dibawa Ceng Ho bagi bangsa Indonesia adalah semangat kemaritiman. Ekspedisi Ceng Ho mestinya menjadi modal bagi bangsa ini untuk kembali membangkitkan nilai-nilai kemaritiman. Saya melihat ada semacam kejumudan dalam nilai-nilai kemaritiman pada bangsa ini. Semangat kemaritiman tampaknya kini sudah nyaris terlupakan. Padahal, nenek moyang bangsa Indonesia adalah para pelaut dan penjelajah yang tak kalah hebat, jauh sebelum Cheng Ho berekspedisi. Sayangnya, memang perjalanan para pelaut Nusantara tak terlacak, karena tak tercatat. Ekspedisi Ceng Ho ini mestinya membangkitkan kembali semangat kemaritiman bangsa.

Penulis : hri REPUBLIKA - Kamis, 06 Maret 2008

Sunday 22 February 2009

Cermat dalam Memilih Asuransi

Krisis finansial yang melanda Amerika Serikat yang ditandai dengan ambruknya sejumlah lembaga pembiayaan seperti Lehman Broters membuat dampaknya dirasakan dunia.

Gelombang ancamannya membuat dunia ikut terkena dampaknya. Bursa global pun tak terkecuali, sektor ini yang merupakan lokasi investasi bagi segelintir orang dan perusahaan juga rontok. Bahkan,sejumlah negara menyiapkan paket stimulus untuk menyelamatkan krisis ini.

Dunia asuransi tidak terlepas dari bayang-bayang krisis ini, khususnya yang berbentuk unit link. Hal ini karena instrumen investasi asuransi unit link yang sebagian dananya disimpan dalam bentuk investasi di bursa.Dengan kondisi bursa yang mulai rontok, tentu akan membuat asuransi yang berbasis ini akan mengalami pukulan hebat.

Pada 2009 ini, bahkan diprediksi prospek asuransi unit link akan tidak menjanjikan. Pasalnya,sumber investasi dana asuransi unit link seperti bursa ini sedang mengalami guncangan akibat pengaruh krisis ekonomi Amerika Serikat (AS). Asuransi yang berbasis investasi pada 2009 akan redup karena prospek investasi di bursa sedang turun.

Asuransi unit link yang berbasis investasi sekarang mempunyai risiko yang besar. Bahkan, asuransi unit link ini sebenarnya tidak pantas untuk disebut asuransi karena lebih menitikberatkan pada investasi daripada perlindungan diri.

Padahal sebagai hakikat asuransi lebih mengutamakan perlindungan daripada investasi sehingga orang-orang yang membeli asuransi akan terlindungi jika terjadi sesuatu pada dirinya. Kalau asuransi unit link itu mementingkan investasi sehingga sesungguhnya lebih disebut sebagai investasi yang diembel-embeli asuransi.

Hal ini diperumpamakan,dengan uang Rp100 juta, Rp99 juta itu untuk investasi, sedangkan Rp1 juta yang hanya untuk asuransi. Melihat perbandingan ini, apa pantas disebut sebagai asuransi.Makanya istilah yang telat adalah investasi yang ditempeli dengan asuransi.

Dengan demikian, dalam melihat prospek asuransi unit link ini sama dengan melihat prospek investasi lainnya.Pasalnya, lebih mengutamakan investasi,sedangkan sekarang kondisi bursa sedang tidak menentu, tentu prospek asuransi unit link sekarang menjadi tidak bagus. Maka investasi yang menekankan investasi pada saham di bursa dan reksa dana sekarang bukan langkah yang tepat.

Melihat perkembangan situasi sekarang yang masih belum menguntungkan bagi investasi di sana. Namun, hal ini apakah sudah diketahui para konsumen, juga masih ragukan.Apalagi bagi kaum awam yang belum terlalu paham dalam asuransi, maka model unit link menjadi sebuah pilihan.

Padahal dalam situasi sekarang, investasi pada asuransi jenis ini menjadi tidak menguntungkan. Komitmen kuat dari perusahaan serta agen untuk menawarkan produk asuransinya dengan jujur harus dilakukan. Mereka hendaknya memberikan penjelasan secara detail terhadap produk yang ditawarkan.

Jangan sampai konsumen menjadi korban akibat ulah mereka yang tidak transparan dalam menawarkan produk. Bagi masyarakat awam memahami asuransi unit link akan sulit sehingga mereka terkadang langsung membeli. Untuk itu, sebelum membeli produk asuransi jenis ini harus diperhatikan secara cermat berbagai keuntungan dan potensi yang didapatkan dari membeli setiap produk asuransi unit link yang ditawarkan.

Saat ini hampir semua perusahaan menjual produk asuransi unit link ini sehingga konsumen perlu lebih cermat agar tidak dirugikan.Transparansi dari setiap perusahaan dan agen dalam mempromosikan produk yang ditawarkan termasuk berbagai risiko dari produk yang dibeli. Dengan begitu, konsumen akan mengerti dan dapat menentukan pilihan yang tepat dalam membeli asuransi.

Saat ini sudah diperlukan langkah review ulang terhadap pemasaran produk unit link ini sehingga sebenarnya unit link yang merupakan investasi yang ditempeli asuransi ini lebih jelas. Sekarang banyak produk yang dijual dengan asuransi yang berbasis asuransi,ini harus diatur lebih lanjut oleh pemerintah sehingga ke depan produk ini benar-benar sesuai dengan tujuannya.

Walaupun prospek asuransi unit link ini pada tahun 2009 kurang laku,bukan berarti produk ini akan ditinggalkan. Namun, untuk konsumen yang ingin membeli asuransi hendaknya dapat mencermati produk yang ditawarkan sehingga dalam memutuskan untuk membeli tidak ada keraguan dan penyesalan di kemudian hari.

Dalam membeli asuransi saat ini,ada baiknya konsumen dapat melihat tujuan daripada pembelian. Jika memang menginginkan asuransi untuk perlindungan, maka belilah produk asuransi perlindungan yang tidak ada embel-embel investasinya.

Dengan langkah ini,maka konsumen tidak akan merugi. Pada intinya, jika ingin membeli asuransi, lihatlah kebutuhan yang Anda inginkan, dan beli produk yang benar-benar asuransi, bukan investasi yang ditempeli asuransi. Melainkan asuransi yang melindungi diri atau lainnya, tanpa ada embelembel investasi.

*)Disarikan dari wawancara

Oleh : Munir Sjamsoeddin
Saturday, 21 February 2009


* repost dari Blog Belajar Asuransi *



•_• EHN - aiming high ♐

Tuesday 10 February 2009

Asuransi Jasindo Peroleh Rating B++ dari AM BEST

Berdasarkan data yang diterima dari website resmi AM BEST (http://www.ambest.com/) diperoleh informasi bahwa PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) atau yang lebih dikenal sebagai Asuransi Jasindo, merupakan perusahaan asuransi pertama di Indonesia yang mendapatkan pengakuan dari AM Best. Adapun rating yang diperoleh adalah B++ (good) atau setara BBB di rating Standard & Poors.

Rating ini merupakan sebuah achivement yang cukup luar biasa, mengingat saat ini S&P sendiri masih menilai country risk (sovereign rating) negara Indonesia masih dalam level BB- (vulnerable), sedangkan AM BEST sendiri mengkategorikan Indonesia dalam TIER III.


Sebagaimana diketahui bahwa country risk merupakan salah satu faktor penilaian terpenting dalam menentukan rating sebuah perusahaan asuransi. Di dalam penilaian rating terdapat dua skala, yaitu NSR = nasional scale rating dan GSR = global scale rating. NSR tidak memperhitungkan country risk, karena hanya berlaku di negara ybs. Sedangkan GSR memperhitungkan segala aspek, termasuk country risk, karena rating ini nantinya berlaku setara di seluruh dunia. Rating level GSR ini yang diakui oleh regulasi di berbagai negara, utamanya bagi perusahaan asuransi dalam mencari panel reasuransi-nya (sebagaimana di Indonesia minimal BBB).


Sebagai informasi tambahan, bahwa sudah ada beberapa perusahaan asurasi & reasuransi di Indonesia yang sudah mendapatkan rating. Namun perlu ditegaskan kembali, bahwa rating-rating yang mereka peroleh hanyalah bersifat LOKAL dan tidak diakui di dunia internasional.


Selamat kami ucapkan kepada Manajemen Asuransi Jasindo yang sudah membuka jalan bagi perusahaan asuransi nasional untuk mendapatkan pengakuan secara internasional. Luar biasa!!!

Salam BELAJAR ASURANSI


* repost dari Blog Belajar Asuransi *
•_• EHN - aiming high ♐