Sunday 26 December 2010

Pendukung Sejati?

Siapakah teman sejati?

Friendship tested by adversity, persahabatan diuji dgn kemalangan...

Begitu kira2 saya mencoba menggambarkan apa yang terjadi malam ini di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur - Malaysia.

Harimau telah menerkam Garuda. Tidak tanggung-tanggung, 3 gol tanpa balas.

Terlepas dari gangguan sinar laser dari penonton tuan rumah, hasil ini jelas membuat sulit Timnas Indonesia menjadi Juara untuk kali pertama.

Kali ini saya mencoba untuk tidak membahas jalannya pertandingan. Saya lebih tertarik untuk menyoroti para pemain ke-12, alias penonton/pendukung.

Seperti tulisan yang saya susun sebelumnya, (prestasi) sepakbola menjadi katalis perekonomian. Ekses yang timbul dari geliat ekonomi ini adalah munculnya para fans dadakan. Para new buyers, dengan kemampuan beli yang dahsyat turut merubah equilibrium pasar.

Ya, dengan meningkatnya permintaan, jelas harga akan naik. Kondisi ini terjadi dan terbukti. Harga jersey laku keras, scarcity terjadi shg harga naik. Tiket pun begitu.

Salah satu sisi buruk "ekonomi" sepakbola adalah yang seperti ini. Melulu keuntungan dan keuntungan. Sepakbola menjadi kehilangan esensi-nya. Sepakbola menjadi kehilangan roh-nya. Sungguh tidak menarik bila orang yang mampu menonton di stadion adalah orang2 yang punya duit tetapi tidak mempunyai passion di sepakbola.

Sungguh ironis.

Padahal, atmosfir stadion itu sangat luar biasa berbeda. Jujur, ketika mendengar dan turut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, alam bawah sadar ini mendorong bulu kuduk berdiri dan merinding. Ada "hal" lain yang hadir saat itu.

Memang akan sangat manis bila tim kesayangan kita menjelma menjadi juara. Memang betul, kita sangat mengharapkan oasis di tengah gersangnya prestasi Timnas Indonesia.

Tetapi, bila anda adalah pendukung sejati...
Tidak peduli apakah Indonesia menjadi juara atau bukan...
Tidak akan anda lepaskan baju Garuda atau atribut Merah Putih yang sudah anda beli...
Tidak akan lepas semboyan Garuda di Dadaku...

* Demi sepakbola Indonesia *

* Gambar di atas diambil di bulan Mei 2010 (jauh sebelum heboh AFF Cup)saat acara pertemuan (re)asuransi internasional) di sebuah pulau kecil di Malaysia --- #GarudaDiDadaku

Sepakbola, antara Ekonomi dan Asuransi (2)

Sepakbola,
antara Ekonomi dan Asuransi

Bagian 2 dari 2 tulisan

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Gooooooooolllll!!!
Gedubrak!!!*#@!!

Lagi asyik-asyik mau nendang, taunya cuma mimpi....

Terbangun dari tidur, kembali ke realita.

Dalam kaitannya dengan aktifitas ekonomi suatu negara, tidak bisa kita pungkiri bahwa asuransi pun turut mempunyai peran.

Lalu, kaitannya antara sepakbola, perekonomian dan asuransi apa donk?

Sedikit belajar sejarah, "asuransi" sudah dikenal sejak jaman Romawi, berabad-abad sebelum Masehi.

Sistem dan mekanisme awal "asuransi" kala itu masih mengandalkan prinsip gotong-royong dalam suatu rumpun masyarakat. Semisal, ada salah satu anggota komunitas yang meninggal dunia, maka yang lain bersama-sama mengumpulkan sejumlah dana sebagai "uang duka". Prinsip serupa juga kita kenal di jazirah Arab. Jadi, kalau sekarang ini ada mekanisme asuransi yang berpola seperti itu, sebenarnya bukan sesuatu yang "baru" melainkan cuma "mengembalikan" fitrah-nya asuransi, yaitu tolong-menolong, bukan melulu bisnis dan bisnis.

Mekanisme "asuransi" itu terus berkembang di benua Eropa hingga menjadi sebuah sistem perekonomian yang modern dan terus bertahan hingga sekarang. Bahkan, saking modern-nya, banyak perusahaan (re)asuransi yang "nyasar" keluar dari khittah-nya, yang justru bikin mereka bangkrut (lebih jauh silakan browse tentang sub-prime mortgage - red).

Melihat sejarah di masa lalu, para pemilik kapal atau pemilik barang yang akan melakukan perdagangan (antar negara / benua) tidak berani menanggung risiko sekiranya terjadi sesuatu atas kapal atau atas barang-barang yang hendak diperdagangkannya.

Apapun bentuknya (waktu dulu), hal itu menunjukkan bahwa manusia dalam melakukan aktifitasnya tentunya berpegang teguh pada prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya.

Di luar itu semua, manusia hanya mampu membuat rencana, manusia hanya mampu untuk melakukan usaha terbaik untuk mencapainya, manusia hanya mampu mengeluarkan segala kemampuannya untuk mencapai tujuannya --- selebihnya ada kuasa Tuhan yang Maha Menenentukan.

Secara manusiawi, kita tergerak untuk menerapkan prinsip ekonomi di atas. Setiap individu akan terus berupaya melakukan "transaksi" satu sama lainnya.

Terkait asuransi, geliat perekonomian (internasional) akan lebih terbatas, tanpa keterlibatan proteksi asuransi.

Tanpa asuransi belum tentu ada perdagangan (internasional). Tidak akan ada pemilik barang yang rela mengirimkan barangnya dikirimkan ke (calon) pembeli tanpa adanya proteksi asuransi, misalnya Marine Cargo insurance atau Custom Bond.

Tanpa asuransi tidak akan ada industri penerbangan. Tidak ada satu pun pesawat boleh lepas landas sebelum mempunyai Certificate of Insurance.

Kembali ke sepak bola yang mampu menggeliatkan perekonomian (rakyat). Asuransi pun (semestinya) mampu menjadi salah satu katalis atau setidaknya menjadi penyanggah perekonomian ini.

Kita pernah mempunyai pengalaman ketika tim besar semacam Red Devils yang batal hadir ke GBK. Bisa dihitung berapa kerugian yang diderita --- untuk ini saya tidak mau berkomentar lebih jauh, siapa yang sebenarnya menderita kerugian finansial, apakah Panitia Lokal atau PSSI.

Di luar sana (baca: industri asuransi internasional) sudah tersedia proteksi untuk memberikan "peace of mind" bagi para penyelenggara event besar semacam itu.

Saya sendiri mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang masih terus saya ingat. Unik dan menantang.

Ketika gelaran Piala Dunia 2002 diselenggarakan bersama di Korea - Japan, pihak Asosiasi Sepakbola di Korea membeli sebuah polis asuransi.
Unik, ya unik.

Karena proteksi yang dibeli adalah "kerugian" apabila "tim Korea Selatan" menjadi juara Piala Dunia.

???

Kalau pada umumnya, seorang nasabah hanya akan membeli proteksi asuransi ketika dia "kalah" atau menderita "kerugian", tetapi pertanggungan yang dibeli adalah "kemenangan".

Mengapa?

Singkat kata, bila Korea Selatan memenangkan PD2002, Asosiasi Sepakbola-nya musti membayarkan "bonus" sebesar USD 1 juta ke setiap pemain + official. Dengan jumlah total sebanyak 50 orang, maka Asosiasi musti membayar USD 50 juta, bila Korea Selatan menjadi Juara. Inilah yang akan menjadi "kerugian" bagi Asosiasi. Angka USD 50 juta itulah yang dijadikan harga pertanggungan.

Secara emosional dan sentimental value, kemenangan Korea Selatan menjadi Juara Piala Dunia tentunya tidak akan ternilai harganya. Namun secara finansial, hal ini justru akan "merugikan" Asosiasi. Hal ini sudah cukup untuk menimbulkan insurable interest.

Hal lain yang menjadikannya obyek asuransi adalah yang dipertanggungkan adalah "kemenangan" yang belum tentu terjadi. Jikalau yang dipertanggungkan adalah "kekalahan", hal ini tentunya akan lebih mudah terjadi, mengingat tertanggung bisa saja sengaja mengalah demi mendapatkan uang asuransi.

Mungkin, para pengurus per-sepakbola-an di Indonesia ini pun perlu memikirkan peran asuransi. Bukan bermaksud mendoakan sesuatu yang buruk, namun, bukan tidak mungkin sesuatu yang tidak terduga dan di luar kuasa manusia bisa saja menghalangi atau mengubah apa-apa yang sudah direncanakan sebelumnya.

Kejadian anomali cuaca sekarang ini saja sudah menunda beberapa pertandingan di Eropa.

Asuransi bisa berperan untuk menggantikan kerugian (finansial) yang diderita. Setidaknya, ganti rugi ini bisa membantu pihak yang dirugikan untuk melakukan recovery dalam usahanya.

Menarik bukan?

Masih banyak lagi hal-hal dinamis di industri asuransi yang terus bergerak seiring perkembangan kehidupan dunia dan aktifitas perekonomian yang semakin meng-global.

Terakhir, tak lupa saya sampaikan Selamat kepada para ksatria Garuda yang sudah mengepakkan sayapnya sehingga membawa rakyat Indonesia terbang tinggi. Tinggal satu kepakan lagi. Raihlah kejayaan Nusantara.

Garuda-ku, penuhi dahaga kami. Kami sudah haus akan kemenangan. Kami rindu akan kejayaan.

Garuda arise!

* demi sepakbola Indonesia *

Monday 20 December 2010

Sepakbola, antara Ekonomi dan Asuransi (Bagian 1)

Sepakbola,
antara Ekonomi dan Asuransi

Bagian 1 dari 2 tulisan

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

Gooooooooolllll!!!

Sebuah gol tercipta, menggetarkan gawang lawan.

Diiringi sorak sorai pendukungnya di Gelora Bung Karno malam ini, pasukan Merah Putih ini terus menerus menyerang dan menggempur pertahanan lawan hingga akhirnya memastikan dirinya maju ke babak final.

Ya, apa yang kita rasakan dan kita lihat merupakan "sesuatu yang baru". Ada yang berbeda dari pasukan Garuda kali ini.

Dulu (please correct me if I'm wrong) kalau tim Indonesia sudah unggul satu gol saja, langsung saja secara kompak semua berkumpul di belakang, atau membuang-buang bola demi mengulur waktu (baca: gaya Melayu).

Tetapi, yang kita lihat sekarang ini, walaupun sudah unggul dan sudah menang, Timnas Indonesia terus berusaha menambah gol. Sebuah attacking football yang luar biasa.

Terlepas dari program naturalisasi, kemenangan demi kemenangan ini merupakan sesuatu yang tidak biasa dan berhasil menggugah kecintaan rakyat Indonesia dan kembali menghidupkan tunas-tunas harapan terhadap sepak bola.

Melirik trending topic di jaring sosial Twitter, Timnas Indonesia menempati posisi no.1. Luar biasa. Selain memang Indonesia menguasai porsi terbesar pengguna si Burung Berkicau ini, namun terlihat bahwa setiap pertandingan Timnas Indonesia pun tidak luput dari "pantauan" para penggunanya di Indonesia. Bahkan, saya sempat membaca komentar para punggawa Burung Berkicau ini yang mengeluhkan server mereka overload setiap kali ada momen menarik di Indonesia. Salah satunya ya seperti momen pertandingan sebakbola ini.

Di lapangan hijau, sepertinya Timnas Indonesia berusaha memberikan sajian terbaik bagi ratusan ribu penonton yang berada di stadion, belum lagi bagi ratusan ribu lainnya yang nonton bareng (nobar) di cafe dan restoran, serta jutaan penonton lainnya yang menyaksikan lewat siaran teve di rumahnya masing-masing.

Sepertinya pasukan Garuda paham sekali, bahwa para pendukungnya sudah sangat haus akan kemenangan dan gol. Sehingga kemenangan atau satu gol tidak akan cukup memuaskan dahaga para pendukung Indonesia.

Fenomena ini berlanjut di luar lapangan.

Judul di atas saya ambil bukan tanpa alasan. Mungkin judul itu terdengar asing dan bisa menimbulkan cibiran bagi sebagian orang.

Saya sempat sekilas membaca buku yang membahas hubungan antara sepakbola dan perekonomian. Buku itu membahas tentang sepakbola yang saat ini sudah menjadi sebuah industri yang sangat besar. Begitu banyak uang yang berputar untuk menghidupi olahraga yang satu ini. Belum lagi bila dihitung berbagai aspek yang terkait dengan sepakbola itu sendiri. Dari situ timbullah sebuah jargon soccernomics. Bahkan di almamater saya dulu ada sebuah program MBA in Football Industries, karena memang sepakbola adalah industri (global).

Kemenangan beruntun yang diraih oleh Timnas Indonesia dalam ajang AFF Cup 2010, bisa menjadi momen yang tepat untuk membahas hal di atas.

Kemenangan-kemenangan (yang jarang kita nikmati) ini menimbulkan euphoria bagi para pendukung Timnas, baik yang loyal maupun yang "cuma" tidak mau ketinggalan trend saja. Siapa pun, kini memburu aksesoris Timnas. Siapapun berani berseragam merah/putih dan dengan bangganya dipakai kemana pun ia berjalan.

* saya juga loh

Sebuah jersey yang harganya pada kisaran IDR 600 ribuan (USD 65) --- padahal masih tergolong mahal bagi sebagian besar penduduk Indonesia --- pun habis terjual. Alhasil, produk palsu dengan harga "hanya" IDR 50 ribu (USD 6) juga laris dimana-mana.

Seperti layaknya loyal customer yang sudah sangat mencintai produk-nya, ketika panitia menaikkan harga tiket 2x lipat pun, para calon pembeli tiket tetap rela. Dan tiket tetap luder terjual. Bahkan tidak jarang calon pembeli tiket yang rela merogoh kantong lebih dalam demi mendapatkan tiket yang lebih mahal dari tangan para calo.

Selain penjualan tiket yang selalu sold-out, para pedagang kaki lima pun kebagian rejeki. Puluhan bahkan ratusan ribu orang yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) pun turut menikmatinya. Sebut saja, para penjual bendera, makanan, minuman, trompet dan tidak ketinggalan pencopet (well, that's the fact).

Terlihat adanya hubungan simetris antara prestasi sepakbola suatu negara dengan pergerakan perekonomian di negara tersebut.

Contohnya Brasil. Walaupun perekonomian negara tersebut tidaklah terlalu maju, namun gaji yang diperoleh oleh para pemain sepakbola yang merumput di negara-negara Eropa, turut memberikan kontribusi besar sebagai invisible earnings dalam perhitungan GDP/GNP negara tersebut.

Belum lagi, "ketenaran" asal sukses Tim Samba pun turut menjadi icon bagi pariwisata Brazil.

Kondisi yang sama juga bisa dirasakan di Indonesia. Saat ini, Indonesia sedang berada dalam euphoria akibat kemenangan beruntun di ajang pertandingan sepakbola se-Asia Tenggara. Walaupun bukanlah sebuah pertandingan tertinggi, namun tetap saja, Piala ini menjadi bergengsi (setidaknya) di wilayah Asia Tenggara ini.

Well, kalo boleh jujur, sepakbola pun kini sudah menjadi lahan karir yang sangat menjanjikan. Seorang pemain sepakbola profesional di tanah air saja bisa mengantongi lebih dari IDR 1 milyar (USD 110.000) per tahun. Belum lagi tambahan pundi-pundi dari iklan dan sponsor.

Bandingkan dengan penghasilan tetap bila bekerja sebagai karyawan asuransi BUMN
*curcol :P

Kembali pada kaitannya antara perekonomian dan sepakbola. Terlihat bahwa (kemenangan) sepakbola mampu menggeliatkan kembali semangat suatu bangsa dan berujung pada pergerakan ekonomi yang lebih positif.

Dalam kaitannya dengan aktifitas ekonomi suatu negara, tidak bisa kita pungkiri bahwa asuransi pun turut mempunyai peran.

Lalu, apa kaitan antara sepakbola, perekonomian dan asuransi?

Akan saya bahas pada postingan berikutnya.

Sekarang, saya mau tidur dulu sambil memimpikan Timnas Indonesia di final World Cup 2018. Saat itu Perisai Zidane akan mencetak gol kemenangan bagi Indonesia.
* kalo mengkhayal jangan nanggung2 :P


* demi sepakbola Indonesia *

Saturday 4 December 2010

Democritus

He was a Greek thinker and philosopher who lived a long time ago. He had an inquisitive mind and was always asking questions because he wanted to understand the world around him better.

He was very curious about how small things could get if we kept cutting them up.

* * * * *

"What happens if you keep cutting a piece of matter into halves? How many cuts are needed before a piece of matter cannot be broken down further?"

"If you keep cutting a melon into smaller pieces, you will get…. fruit salad?"

"No! Something that cannot be cut further!"

* * * * *

The question Democritus asked may seem ordinary. However, it turned out to be a very important question in Science. This question led him to develop the idea that matter is made up of small particles called atoms. His idea was later proven by other scientists.

Today, scientists are still asking questions in their study of atoms. By studying atoms, scientists can find out more about our world.


* * * * *

You will never get the answers you need if you don't ask questions!

* * * * *


Be like Democritus and do not be afraid to ask questions about the things around you that matter!