Saturday 28 August 2010

The Story doesn't End Here

*****

The Story Doesn't End Here

Once upon a time a tortoise and a hare had an argument about who was faster. 
They decided to settle the argument with a race. They agreed on a route and started off the race. The hare shot ahead and ran briskly for some time. Then seeing that he was far ahead of the tortoise, he thought he'd sit under a tree for some time and relax before continuing the race. He sat under the tree and soon fell asleep. The tortoise plodding on overtook him and soon finished the race, emerging as the undisputed champ. The hare woke up and realized that he'd lost the race. 

The moral- Slow and steady wins the race. This is the version of the story that we've all grown up with. 

. . . . .

THE STORY DOESN'T END HERE, there are few more interesting things.....it continues as follows...... 

The hare was disappointed at losing the race and he did some soul-searching. He realized that he'd lost the race only because he had been overconfident, careless and lax. If he had not taken things for granted, there's no way the tortoise could have beaten him. So he challenged the tortoise to another race. The tortoise agreed. This time, the hare went all out and ran without stopping from start to finish. He won by several miles. 

The moral - Fast and consistent will always beat the slow and steady. It's good to be slow and steady; but it's better to be fast and reliable. 


THE STORY DOESN'T END HERE 

The tortoise did some thinking this time, and realized that there's no way it can beat the hare in a race the way it was currently formatted. It thought for a while, and then challenged the hare to another race, but on a slightly different route. The hare agreed. They started off. In keeping with his self-made commitment to be consistently fast, the hare took off and ran at top speed until he came to a broad river. The finishing line was a couple of kilometers on the other side of the river.

The hare sat there wondering what to do. In the meantime the tortoise trundled along, got into the river, swam to the opposite bank, continued walking and finished the race. 

The moral - First identify your core competency and then change the playing field to suit your core competency. 


THE STORY STILL HASN'T ENDED. 

The hare and the tortoise, by this time, had become pretty good friends and they did some thinking together. Both realized that the last race could have been run much better. So they decided to do the last race again, but to run as a team this time. They started off, and this time the hare carried the tortoise till the riverbank. There, the tortoise took over and swam across with the hare on his back. On the opposite bank, the hare again carried the tortoise and they reached the finishing line together. They both felt a greater sense of satisfaction than they'd felt earlier. 

The moral - It's good to be individually brilliant and to have strong core competencies; but unless you're able to work in a team and harness each others core competencies, you'll always perform below par because there will always be situations at which you'll do poorly and someone else does well. 

Teamwork is mainly about situational leadership, letting the person with the relevant core competency for a situation take leadership. 

Note that neither the hare nor the tortoise gave up after failures. The hare decided to work harder and put in more effort after his failure. The tortoise changed his strategy because he was already working as hard as he could. 

In life, when faced with failure, sometimes it is appropriate to work harder and put in more effort. 

Sometimes it is appropriate to change strategy and try something different. And sometimes it is appropriate to do both. The hare and the tortoise also learned another vital lesson. When we stop competing against a rival and instead start competing against the situation, we perform far better. 

To sum up, the story of the hare and tortoise has much to say: 

Chief among them are that fast and consistent will always beat slow and steady; 

Work to your competencies; 

Pooling resources and working as a team will always beat individual performers; 
Never give up when faced with failure; 

Finally, compete against the situation - not against a rival.


*repost from other milist

Friday 27 August 2010

Kisah Binatang Bernama Huraisy

Dikisahkan dalam sebuah kitab bahwa apabila tiba hari kiamat nanti maka akan keluar seekor binatang dari neraka Jahannam yang digelari Huraisy, yang mana panjangnya ialah jarak antara langit dan bumi dan lebarnya pula dari timur hingga ke barat.

 

Apabila ia keluar maka malaikat Jibril a.s berkata,

"Wahai Huraisy, kamu hendak ke mana dan kamu hendak mencari siapa?"

 

Lalu berkata Huraisy : "Aku mencari lima jenis orang ."

 

1.     Orang yang tidak mengerjakan solat.

 

2.     Orang yang tidak mahu mengeluarkan zakat.

 

3.     Orang yang menderhakai kedua orang tuanya.

 

4.     Orang yang suka minum arak.

 

5.     Orang yang sangat suka bercakap-cakap dalam masjid hal dunia.

 

 

 

* Repost dari milis tetangga

Saturday 21 August 2010

Sebuah Doa

‎​Setiap hari kita sholat, tapi mungkin kita lupa arti doanya, salah satu doa sewaktu duduk diantara sujud yg artinya luar biasa.

Rabbighfirlii (Tuhanku, ampuni aku)....

diamlah sejenak, buka hati dan diri untuk menerima ampunan dari Allah seperti membuka diri ketika merasakan hembusan angin sepoi-sepoi atau menerima curahan air hujan ketika masih rintik .....

Kemudian sampaikanlah permintaan kedua ....... 

Warhamni (sayangi aku).... tundukkanlah diri untuk menerima kasih-sayang Allah yang tak terhitung besarnya .... bukalah hati agar semakin banyak kasih-sayang Allah yang kita terima.... selanjutnya ......

Wajburnii (tutuplah aib-aibku).....
Warfa'nii (angkatlah derajatku)......
Warzuqnii (berilah aku rezeki)......
Wahdinii (berilah aku petunjuk)......
Wa'Aafinii (sehatkan aku)...
Wa'fuannii (maafkan aku) ...

Sampaikan rasa syukur.......
Betapa besarnya nilai sebuah do'a ...


*repost dari milis tetangga

Courage

Entering Courage Zone,
Departing Comfort Zone

Dare to challenge
* crossing finger


Who bravely dares must sometimes risk a fall
(Tobias G Smollet)

Friday 20 August 2010

Komentar

Beberapa waktu yang lalu, saya mem-posting satu kisah sari sudut pandang saya (namanya juga My Side of Story). Isinya berkisar kebaikan sesosok wanita, dst, dst.....

Namanya juga satu cerita...
Pasti ada beberapa sisi atau sudut pandang,
1) Cerita versi saya
2) Cerita versi anda
Bisa jadi, kedua di-atas salah dua2nya, jadinya ada yang ketiga:
3) Kebenaran

* baca dech opening di blog saya ini -- itu kan udah jadi disclaimer saya ya


Jadi apapun yang tuangkan di blog saya, ya jelas cerita dari sisi saya (namanya juga My Side of Story) ---

Menurut ybs, tulisan saya mengenai kebaikan orang dikategorikan sebagai RIYA (ditulis huruf besar loh).

CMIIW, riya itu kalo memamerkan kelebihan sendiri bukan ya?

* the truth please...


Sayangnya, ybs ngga komentar di blog saya, tapi di media lain...

Kalo gini kan susah...

Padahal saya terbuka loh dan di blog saya juga ada koq kolom buat kasih komentar...

Jadi, kalo menurut saya (namanya juga My Side of Story), kalo ngomong-nya di belakang (ke orang lain) itu namanya udah ghibah ya (please CMIIW).

Nah, kalo kayak gini kan jadi makin rumit dech
* mengerenyutkan dahi

Padahal, perbedaan itu kan sebuah berkah.

Kalo mau panjang, banyak banget perbedaan di kehidupan ini.

Semisal di sebuah pertandingan sepakbola. Sekelompok orang mgk akan mendukung Tim A, shg pendukung ini akan selalu "membenarkan" Tim A. Sebaliknya, sekelompok orang lain akan membela "mati2an" Tim B, dst, dst ---

Contohnya, di WC2010 lalu, saya mendukung Tim England dan Germany... Nyatanya keduanya ketemu di Babak II. Nyatanya, ngga ada dari keduanya yang jadi World Meister ----

Ada juga yang ribut soal qunut atau ngga qunut, 23 atau 11, telunjuk bergerak atau diam, Malaysia bilang Batik asli mereka, kita sebaliknya, dst, dst ---

Kalo soal itu aja orang2 ngga bisa satu versi, apalagi cerita soal sosok wanita yang saya tulis tadi ---

Well, kembali dech...

This is My Side of Story --- FULL STOP

Kalau mau tulis cerita versi anda, silakan aja koq... Ngga ada yang larang...

Mau baca blog saya, silakan,
Ngga mau, juga silakan...

Blog anda, apakah saya mau baca atau tidak, sama juga terserah saya kan ---


salam -

Monday 16 August 2010

The Woman behind Man's success

Ketika seorang wanita memilih untuk mendedikasikan dirinya untuk keluarga, saat itulah seorang lelaki akan lebih menemukan jati diri yang sesungguhnya.

Tidak akan banyak wanita yang akan melakukan hal di atas. Merelakan fisik, pikiran dan hatinya hanya untuk keluarga. Belum lagi bila wanita itu sudah "berpendidikan".

Satu hal yang sangat jarang, saya alami sendiri. Saya percaya bahwa kondisi seperti ini bisa masuk kategori sebuah fenomena.

Saya percaya, tidak akan banyak wanita yang bersedia untuk meninggalkan jabatannya, latar belakang keluarga dan pendidikannya dan intelejensi-nya demi mengurus keluarga.
Tapi yang satu ini memang spesial.

Bila ada ungkapan bahwa diibalik sukses seorang lelaki, akan ada seorang wanita hebat di belakangnya.

Saya sangat percaya itu, dan memang sudah saya alami sendiri.

Ini bukan sebuah cerita epic tentang wanita yang begitu cerdas, mempunyai pengetahuan luas, berpendirian teguh, tegar seperti karang. Dengan sepenuh hati, dirinya telah memilih (bukan terpaksa) untuk mengurus keluarga dari rumah.

Dengan latar belakang finansial dan pendidikan, tidak ada rasa sungkan untuk menjalani kehidupan sebagai "rakyat jelata." Bila ia mau, bisa saja ia hidup dengan silver spoon. Bila ia mau, bisa saja dia berkarir. Lebih dari satu dekade lalu saja, ketika ia memutuskan untuk "berkarir" di rumah, ia sudah memegang jabatan sebagai Manager Accounts & Finance. Baginya, gelar pasca-sarjana dari luar negeri, merupakan "ambisi" dari orang tuanya. Dia sendiri tidak berminat untuk menjalaninya. Tetapi sebagai bentuk pengabdian kepada orang-tuanya, ia ikuti dan lulus dengan baik.

Ya, istri saya merupakan sebuah sosok yang sangat kagumi. Dia bisa memegang peran ganda. Dia bisa menjadi sebuah sosok yang tangguh. Perjalanan jauh, baik menyetir mobil, maupun naik pesawat ke luar negeri, hanya sendiri dengan mengurus 3 anak. Luar biasa! Adakah dari anda yang mampu melakukannya?

Hal di atas sepertinya menjadi sebuah pertanyaan retoris.

Faktanya, mengurus rumah berlantai dua, tiga anak (termasuk satu yang masih batita)... Tanpa asisten... Luar biasa! Adakah dari anda yang mampu melakukannya?

Ada yang mengatakan kepada saya... Ya, kalau emang sumber pendapatannya sudah cukup, istri di rumah mah, biasa aja...

Mmmmmmhhh.......

Saya melihat jawaban di atas menjadi sebuah excuse atas pembenaran bahwa seorang perempuan (istri) yang bekerja karena faktor ekonomi belaka. Padahal, mayoritas istri (beranak) yang bekerja mengeluarkan sebagian besar penghasilannya untuk asisten, ongkos dan (mungkin) hura2 dengab rekan kerjanya.

Di situasi lain, di suatu masa istri yang bekerja tadi, bila suatu ketika asisten-nya tidak bisa bekerja (atau cuti lebaran), paniknya minta ampun.... Jadi upik abu-lah... Dsb berbagai alasan dikeluarkan sebagai excuse pembenaran kembali.

Saya ingin meluruskan bahwa, ketetapan hati istri saya untuk memilih (kembali saya tegaskan, bukan terpaksa) untuk mengurus keluarga di rumah, bukan karena saya (selaku pencari nafkah) sudah berada di kondisi yang mapan. Justru karena kami saat itu masih berada di bawah garis "kewajaran", kami justru berpikir lebih rasional. Pos-pos pengeluaran yang tidak mampu kami biayai, kami tekan atau kami hilangkan. Alhamdulillah, policy yang tetap kami pegang hingga sekarang pun berbuah manis.

Mungkin terdengar kejam... Mana ada sich hari gini, orang tua yang tiap minggu ngga ngajak anak-anaknya ke mal?

Atau pertanyaan yang lebih sederhana lagi... Adakah orang tua yang berhasil menjauhkan pengaruh buruk televisi ke anak2nya?

Kedua pertanyaan di atas, dapat saya jawab dengan mudah. Alhamdulillah, anak2 kami lebih senang berlari-lari, berkeringat, berkejar-2an di tanah lapang, dibanding menghambur2kan uang di mal. Alhasil. Monas, Taman Lembang atau Senayan merupakan tempat favorit kami untuk menghabiskan akhir pekan. Dan mereka sangat menikmatinya...

Bukannya itu yang terpenting?

Tujuan kita adalah untuk membahagiakan anak2?

Alhamdulillah, anak2 kami menjadi anak yang pengertian dan prihatin. Tidak ada selebrasi percuma yang kami lakukan. Di hari milad pun, kami lebih senang mengajak mereka untuk berbagi dengan saudara2 mereka yang kurang beruntung.

Darimana ini semua terjadi?

Kebijakan dan aturan yang kami buat membutuhkan sebuah pengawasan yang sangat ketat. Untuk itu dibutuhkan sebuah sosok yang sempurna untuk melaksanakan tugas mulia ini. Tugas untuk menciptakan anak2 yang saleh, berbudi pekerti mulia, sopan, mempunyai empati terhadap lingkungan dan terakhir cerdas.

* kayaknya hari ini, banyakan yang lebih mementingkan point terakhir...
* kembali berpikir, apakah anak cerdas itu merupakan bakat atau karena ambisi orang tua ya ???

Sosok istri saya yang telah menemani sejak masa-masa awal yang penuh perjuangan, hingga kini yang masih terus berjuang, menjadikannya ibarat prosessor komputer yang multi-task. Bagi saya, dirinya adalah sosok guru, pendidik, motivator, pendengar yang baik bahkan menjadi sebuah ensiklopedia berjalan.

Dia menjadi sosok yang selalu ada mendampingi saya di kala senang, apalagi di kala sulit.

Istri saya juga bertindak sebagai fund manager di keluarga. Kami yang masuk dalam kategori gaji 10an (lewat tgl 10 pusing), sangat membutuhkan "keahlian" finansialnya untuk survive hingga akhir bulan.

Walaupun istri saya menghabiskan hari2nya di rumah, tetapi dia justru lebih "gaul" ketimbang saya. Tidak jarang, saya justru mendapatkan istilah2 baru atau hype dari dia.

Kalau dipikir2, seluruh waktu kita pasti sudah akan tersita oleh pekerjaan rumah seperti beresin kamar, meja makan, pekerjaan dapur, antar jemput sekolah, menyiapkan makanan buat batita kami, memandikan, mendadani, dsb, dsb. Ribet dech. Tapi semua bisa di-handle dengan baik. Bahkan masih sempet four-square, nge-twit, atau kalo dulu game di fb dan tentunya, blogging.

Soal rejeki, memang sudah ada yang ngatur. Dengan berdiam di rumah, bukan berarti dia kehilangan kesempatan untuk mendapatkan rejeki.

Dia pernah iseng2 mendapatkan sebuah project. Simple. Itu pun dilakukan setelah "dipaksa" si-empunya project. Hanya perlu waktu 3 jam (dan dilakukannya di kala saya dan anak2 sedang tertidur). Dia hanya perlu mengorbankan sedikit waktu istirahatnya, untuk mengerjakan copywrite. Alhasil, pendapatannya itu jauh lebih besar dari penghasilan saya selama satu bulan penuh bekerja di instansi BUMN.

Mungkin kembali orang berpikir, kenapa ngga di-serius-in aja?

Mmmmmmhhh.......

Perlu diluruskan kembali kali ya... Rejeki itu ada yang ngatur... Yang pertama dan utama, masih keluarga.

Kalau diseriusin, waktu yang seyogyanya untuk mengurus keluarga jadi tersita, jadi siapa yang mengurus keluarga nantinya?

Istri saya bertekad, selepas anak2 kami dewasa, ia baru ingin mengabdikan pengetahuannya kepada masyarakat yang lebih luas. Menjadi volunteer, merupakan ambisi kami berikutnya. Bahkan, kami sudah berkhayal, sekiranya di masa pensiun nanti, kami bisa menjadi marbot di masjidil haram... Mmmmmmhhh....... Alangkah nikmatnya pekerjaan itu... (Amin)

Saya pernah memenangkan hadiah Superdad, hanya karena saya mampu bekerja secara "seimbang" di kantor dan di rumah. Saya terus berkarir dan mengembangkan kompetensi saya, sementara di rumah, tetap mampu membantu mengurus rumah dan anak2.

Kalau dipikir2, luar biasa anugrah yang saya dapatkan ini. Sungguh luar biasa. Saya sangat beruntung, mendapatkan sosok seorang wanita hebat yang selalu mendampingi saya. Saya sendiri bukan orang yang bisa dengan mudah meng-ekspresi-kan diri.

Tetapi, bila ada lifetime achievement award bagi seorang wanita mulia, saya akan maju pertama untuk mengajukan istri saya sebagai nominasi peraih penghargaan itu.

Selamat ulang tahun istri-ku.

Love you so much.

Thank you for standing-by-me ever since.

Life Begins at 35

* re-post from my honey's blog


I stop counting my age after my 35th birthday (when was that? *amnesia* ). So when someone asked me how old I am now, I was like... Huh?? Give me a minute! (then I start counting: this year minus my birth year) :D

It is not because I don't like getting older, but in my opinion, life begins at 35. I believe, if you want to change into a better person, it would be more difficult for you to do it if you haven't changed after you're 35 years old. On the contrary, the bad habits you have are more likely to become worst. I'm not saying that it's impossible to change when you're over 35.. But the older you get, the more difficult it becomes.

So the age of 30 should be your turning point. Do you want to change into a better person or stay that way? And 5 years of time should be long enough for the process. Of course, it takes the rest of your life to be a better person, but 5 years should be enough for the start.

You should stop thinking that you're the centre of the earth. There are other things more important than yourself. Then try to have some empathy for other's misfortunes. Last but not least, stop complaining, and start counting your blessings. That, I promise you, will transform you into the-new-you!

So, are you ready to transform now? ;)


* re-post from my honey's blog

Tuesday 10 August 2010

The Cloud in the Sky

On the way back from Bandung to Jakarta - Tuesday, 10 August 2010 @ 1617

Peace Gong

Asia Africa Conference Museum

The venue for FAIR 2010 Bandung

Sunday 8 August 2010

Menjelang Ramadhan

‎​​​السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Assalamu 'alaikum Wr. Wb )

Allahumma bariklana fi sa'ban
Wa barighna ramadhan

Marhaban ya Ramadhan.

Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan, marilah kita bersama-sama membersihkan hati dan pikiran.

Tagaballaminna wa minkum.

Mohon maaf lahir dan bathin.


وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
(Wa 'alaikum salam Wr. Wb )

Universitas Kehidupan

‎​• Ƙεtΐƙα ƙεrjαmц tΐϑαƙ ϑΐнαrƍαΐ, mαƙα sααt ΐtu ƙαц sεϑαπƍ bεlαjαr
tεπtαπƍ...ƘξŢƯζ‍‍ŮSλƝ°•<3•°

✽•• Ƙεtΐƙα цsαнαmu ϑΐπilαΐ tΐϑαƙ ƥεπtΐπƍ, mαƙα sααt ΐtu kαц sεϑαπƍ
bεlαjαr
tεπtαπƍ...ƘξΊƘĦζ‍‍λSλƝ°•<3•°

✽•• Ƙεtΐƙα нαtΐmц tεrlцƙα sαπƍαt ϑαlαm, mαƙα sααt ΐtц kαц sεϑαπƍ bεlαjαr
tεπtαπƍ...♏ξ♏λλŦƘλƝ°•<3•°

✽•• Ƙεtΐƙα ƙαц нαrцs lεlαн ϑαπ ƙεcεωα, mαƙα sααt ΐtц ƙαц sεϑαπƍ bεlαjαr
tεπtαπƍ...ƘξSƯƝǤǤŮĦλƝ°•<3•°

✽•• Ƙεtΐƙα ƙαu mεrαsα sεƥΐ ϑαπ sεπϑΐrΐ, mαƙα sααt ΐtц ƙαц sεϑαπƍ bεlαjαr
tεπtαπƍ...ƘξŢλƝǤǤƯĤλƝ°•<3•°

✽•• Ƙεtΐƙα ƙαц hαrцs membαƴαr bΐαƴα ƴαπƍ sεbεnαrπƴα tΐϑαƙ ƥεrlц ƙαu tαπƍƍцπƍ, mαƙα sααt ΐtц ƙαц sεϑαπƍ bεlαjαr
tεπtαπƍ..Ƙξ♏ƯƦλĤ ĦλŢΊλƝ°•<3•°

 Ţє̲̣̥tɑ̤̥̈̊ƥ sε̲̣̣̣̥mά̲̣̥πƍα̩̩̩̩̥t..
 Ţє̲̣̥tά̲̣̥ƥ sɑ̤̥̈̊bά̲̣̣̣̥r..

 Ţє̲̣̣̣̥tά̲̣̥ƥ tє̲̣̥rsε̲̣̣̣̥πyum..

 Tε̲̣̣̣̥rцs bє̲̣̥lɑ̤̥̈̊jα̩̩̩̩̥r..
Ƙαrεπα ƙita sεϑαπƍ mεπΐmbα ΐlmц ϑi◦°˚ƯƝΊ√ξƦSΊŢλ§ ƘξĦΊÐŮƤλƝ○◦∞


*repost dari milis tetangga

Monday 2 August 2010

Free Postcard from Petrosains

Nice to have -